RADAR UPDATE, BANDUNG — Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik (Ditjen IDP) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema Media as Soft Power Diplomacy yang berlangsung selama dua hari dengan stakeholders atau pemangku kepentingan pers Indonesia dari 10-11 November 2025 di Bandung, Jawa Barat.
Pada hari pertama FGD dikhususkan untuk interaksi antara Kemlu, perwakilan RI di luar negeri, Dewan Pers dan Litbang Kompas. Sementara pada hari kedua FGD dilangsungakan Kemlu bersama komponen ekosistem pers Indonesia lainnya, termasuk Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI dan Badan Komunikasi Pemerintah (Bakom) RI.
Sementara dari media penyiaran publik, hadir Kantor Berita Antara, RRI, TVRI dan TVRI World. Organisasi profesi wartawan diwakili oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Wartawan Online (IWO). Ada pun organisasi media diwakili oleh Asosiasi TV Swasta Indonesia, Persatuan Radio Swasta Nasional Indonesia (PRSNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia, Ikatan Media Online (IMO) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
Hadir pula mewakili akademisi dan peneliti dari IPB, Litbang Kompas, dan Perhumas serta platform generasi muda terkait diplomasi SiPalingHI.
Direktur Jenderal IDP Kemlu Heru Hartanto Subolo dalam sambuatannya menyampaikan perlunya penguatan media nasional untuk melakukan soft power diplomacy di tengah era hyperconnected. Pasalnya, algoritma yang berdasarkan engagement atau kemampuan mencapai audiens atau masyarakat yang cepat tanpa melihat akurasi, telah menyebabkan terjadinya misinformasi dan disinformasi yang bisa memperburuk citra bangsa.
“Di era hyperconnected, media sosialemungkinkan siapa pun terpapar opini publik. Sementara, algoritma lebih menonjolkan engagement ketimbang akurasi. Karena itu, media nasional harus hadir sebagai sumber informasi yang kredibel sekaligus penyeimbang,” jelas Dirjen IDP Kemlu.
Fakta ini yang menjadi latar belakang terselenggaranya FGD Kemlu terkait media sebagai _soft power diplomacy.
“Kalau kita melihat laporan global risk report 2025 dan dari World Economic Forum, menempatkan misinformasi dan disinformasi sebagai ancaman global keempat terbesar setelah perang, bencana alam, dan konfrontasi geo ekonomi. Maka, ancaman ini memperlebar jurang perbedaan dan menurunkan kepercayaan publik, termasuk terhadap citra Indonesia di luar negeri. Ini harus kita cegah,” tambah Heru Hartanto Subolo.
Melalui zoom, Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Komdigi Fifi Aleyda Yahya menggarisbawahi peran media massa - baik media arus utama mau pun digital sangat penting sebagai mulut untuk menyuarakan citra bangsa.
“Media adalah koki digital yang menyajikan citarasa dan keramahan Indonesia ke penjuru dunia. Kita harus memanfaatkan semua platform untuk menjadikan sebagai sarana yang menghubungkan Indonesia dengan audience global. Yang berikutnya, sebagai rangkaian bukti kredibilitas, kebenaran serta trust-building,” kata Fifi.
Ikatan Wartawan Online (IWO) pada FDG tersebut diwakili oleh Ketua Umum Dwi Christianto dan Sekretaris Jenderal Telly Nathalia, yang ikut urun saran dalam perancangan peran media publik dan arus utama bersama media sosial untuk soft power diplomacy bagi Indonesia.
Pada kesempatan tersebut Ketum IWO menyampaikan bahwa IWO memiliki anggota yang juga bertindak sebagai pemilik media online telah membuktikan kerjasama antara anggota dan pengurusnya, sehingga dapat menjadi agregator berita yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
"Saat menayangkan satu berita di ekosistem media online IWO, kami satu komando - kompak menaikkannya dalan 1 kurun waktu tertentu. Dengan teknik SEO dan keserempakan, maka isu soft power diplomacy terbaca algoritmanya,” kata Ketum IWO Dwi Christianto.
Sementara Sekjen IWO pada kesempatan tersebut menyampaikan, aktivitas diplomasi telah nyata dilakukan IWO pada kancah global. Seperti mewakili jurnalis Indonesia di Astana Think Thank Forum 2025, di Khazaktan, ASEAN Media Forum 2025, di Malaysia dan berjejaring bersama perwakilan negara-negara sahabat. Hal ini bertujuan agar dapat menjadi gambaran dan perbandingan kerja-kerja soft power diplomacy bagi negara-negara sahabat.
“Dalam FDG ini kami berupaya mewarnai pandangan para peserta melalui pengalaman IWO dalam melakukan soft power diplomacy sebagai bagian dari nano power diplomacy, selain ikut berkontribusi pemikiran dalam pembuatan draft usulan FDG,” kata Sekjen IWO Telly Narhalia.
Praktisi pers, akademisi dan pernah ada di pemerintahan sebagai penentu kebijakan komunikasi negara Usman Kansong dan Prita Laura hadir sebagai narasumber dalam FGD Kemlu pada Selasa, 11 November 2025 di Bandung, Jawa Barat.***
Published : OVA



