RADAR UPDATE, SOPPENG — Gelombang kritik yang menyerang pemerintahan Bupati Soppeng, H. Suwardi Haseng, belakangan ini telah memecah opini masyarakat Bumi Latemmamala.
Setelah sejumlah poin kritik terkait ketidakharmonisan Forkopimda dan diskriminasi media dimuat oleh salah satu portal berita, muncul dugaan kuat dari kalangan internal maupun pengamat bahwa kritik tersebut bermotif tidak murni dan ditunggangi oleh unsur dendam pribadi.
Kritik yang mencuat dianggap memiliki irisan yang sangat spesifik dan personal, terutama menyinggung isu-isu sensitif seperti hubungan interpersonal Bupati dengan anggota Forkopimda dan perlakuan terhadap awak media.
Seorang tokoh masyarakat senior di Soppeng, yang meminta namanya dirahasiakan, menyampaikan bahwa isi kritik tersebut sangat kental dengan "aroma ketidakpuasan politik dan kekecewaan masa lalu".
"Ini bukan kali pertama kritik semacam ini muncul. Biasanya, isu-isu ini diangkat oleh pihak-pihak yang kecewa karena gagal mendapatkan posisi strategis atau mereka yang memiliki riwayat konflik personal dengan Bupati atau lingkaran terdekatnya," ungkap sumber tersebut.
Dugaan ini semakin menguat mengingat beberapa poin kritik yang dilayangkan (seperti hubungan antar pendukung pemenang dan diskriminasi media) bersifat sangat subjektif dan sulit diukur secara objektif.
Menghindari "Politik Balas Dendam".
Pengamat politik lokal, Dr. Irwan, M.Pd, menekankan perlunya masyarakat dan pemerintah bersikap hati-hati dalam menyikapi kritik yang bersifat bombastis.
"Dalam politik, perbedaan pandangan dan kekecewaan adalah hal biasa. Namun, ketika kekecewaan itu diubah menjadi kritik publik yang disebarluaskan tanpa data kuat, dampaknya bisa merusak iklim investasi dan kepercayaan masyarakat," jelas Dr. Irwan.
Menurutnya, adanya isu sensitif yang diangkat, seperti kritik terhadap pernyataan Bupati yang dituduh 'hanya mau menang sendiri' adalah indikasi kuat bahwa kritikus berupaya menyasar karakter personal ketimbang kinerja faktual.
Terkait dengan kegiatan rutin kepala daerah ke luar daerah, dianggap sebagai kritikan yang tak sesuai dengan kondisi pengelolaan anggaran saat ini. "Sekarang ini kepala daerah harus memang lebih banyak di luar daerah terutama di Jakarta. Karena pengelolaan anggaran sekarang perlahan bergeser ke sentralistik dimana kebijakan anggaran dan proyek lebih banyak di pusat. Justru, kalau bupati nya lebih banyak di daerah mereka bisa tak kebagian kue anggaran yang diatur di pusat. Toh, kita bisa melihat hasilnya sekarang dimana Soppeng sukses menarik sejumlah proyek besar ke daerahnya seperti anggaran pembangunan Sekolah Rakyat yang didanai ratusan miliar," tambahnya.
Isu mengenai kelanjutan kasus Alsintan juga dinilai sengaja diangkat kembali sebagai upaya menekan Pemerintah Daerah. "Kasus hukum adalah ranah aparat penegak hukum (APH) sepenuhnya. Ketika isu ini terus diungkit dalam konteks kritik pemerintahan, tujuannya jelas untuk menggiring opini publik seolah-olah pemerintahan Bupati terlibat atau menghambat penegakan hukum," tegas Dr. Irwan.
Published : OVA



